Senin, 09 April 2012

Cacing Filaria ( Wuchereria bancrofti)


Makalah Cacing Filaria ( Wuchereria bancrofti)

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang

 
Filariasis (penyakit kaki gajah) atau juga dikenal dengan elephantiasis adalah penyakit menular dan menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria yang ditularkan melalui gigitan berbagai spesies nyamuk. Di Indonesia, vektor penular filariasis hingga saat ini telah diketahui ada 23 spesies nyamuk dari genus Anopheles, Culex, Mansonia, Aedes dan Armigeres. Filariasis dapat menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, tangan, dan organ kelamin.
Filariasis merupakan jenis penyakit reemerging desease, yaitu penyakit yang dulunya sempat ada, kemudian tidak ada dan sekarang muncul kembali. Kasus penderita filariasis khas ditemukan di wilayah dengan iklim sub tropis dan tropis (Abercrombie et al, 1997) seperti di Indonesia. Filariasis pertama kali ditemukan di Indonesia pada tahun 1877, setelah itu tidak muncul dan sekarang belum diketahui bagaimana perkembangannya. Filariasis tersebar luas hampir di seluruh Propinsi di Indonesia. Berdasarkan laporan dari hasil survei pada tahun 2000 yang lalu tercatat sebanyak 1553 desa di 647 Puskesmas tersebar di 231 Kabupaten 26 Propinsi sebagai lokasi yang endemis, dengan jumlah kasus kronis 6233 orang.

Upaya pemberantasan filariasis tidak bisa dilakukan oleh pemerintah semata. Masyarakat juga harus ikut memberantas penyakit ini secara aktif. Dengan mengetahui mekanisme penyebaran filariasis dan upaya pencegahan, pengobatan serta rehabilitasinya, diharapkan program Indonesia Sehat Tahun 2010 dapat terwujud salah satunya adalah terbebas dari endemi filariasis.
B.    Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu:
1.               Untuk mengetahui pengertian penyakit filariasis
2.               Untuk mengetahui penyebab penyakit filariasis
3.               Untuk mengetahui morfologi penyakit filariasis
4.               Untuk mengetahui gejala dari penyakit filariasis
5.               Untuk mengetahui diagnosa penyakit filariasis
6.               Untuk mengetahui pencegahan dan pengobatan penyakit filariasis

C.    Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, dapat ditarik suatu rumusan masalah antara lain sebagai berikut.
1.     Apa yang dimaksud dengan filariasis?
2.     Bagaimana mekanisme terjadinya filariasis?
3.     Bagaimana upaya pencegahan, pengobatan dan rehabilitasi filariasis?
D.    Manfaat
Manfaat penyusunan makalah ini adalah agar masyarakat dapat mengetahui segala sesuatu tentang filariasis, bagaimana mekanisme terjadinya filariasis, dan bagaimana upaya pencegahan, pengobatan serta rehabilitasi filariasis. Dengan demikian, diharapkan masyarakat ikut memberantas penyakit ini secara aktif sehingga tidak menjadi endemi di masyarakat.

BAB  II
PEMBAHASAN
A.    Klasifikasi Cacing Filaria (Wuchereria bancrofti)
Wuchereria bancrofti atau disebut juga Cacing Filaria adalah kelas dari anggota hewan tak bertulang belakang yang termasuk dalam filum Nemathelminthes. Bentuk cacing ini gilig memanjang, seperti benang maka disebut filarial. Cacing filaria penyebab penyakit kaki gajah  berasal dari genus wuchereria dan brugia. Di Indonesia cacing yang dikenal sebagai penyebab penyakit tersebut adalah wuchereria bancrofti,  brugia malayi, dan brugia timori.
Klasifikasi Ilmiah                        
Kingdom  : Animalia
Classis      : Secernentea
Ordo         : Spirurida
Upordo     : Spirurina
Family      : Onchocercidae
Genus       : Wuchereria
Species     Wuchereria bancrofti 

Ciri-ciri Cacing Filaria
1.     Cacing dewasa (makrofilaria), bentuknya seperti benang berwarna putih kekuningan. Sedangkan larva cacing filaria (mikrofilaria) berbentuk seperti benang berwarna putih susu.
2.     Makrofilaria yang betina memiliki panjang kurang lebih 65 – 100 mm, ekornya berujung tumpul, untuk makrofilarial yang jantan memiliki panjang kurang lebih 40 mm, ekor melingkar. Sedangkan mikrofilaria berukuran panjang kurang lebih 250 mikron, bersarung pucat.
3.     Tempat hidup Makrofilaria jantan dan betina di saluran limfe dan kelenjar limfe. Sedangkan pada malam hari mikrofilaria terdapat di dalam pembuluh darah tepi, dan pada siang hari mikrofilaria terdapat di kapiler alat-alat dalam, misalnya: paru-paru, jantung, dan hati
B.    Daur Hidup Cacing Filaria ( Wuchereria bancrofti)
Siklus hidup cacing Filaria terjadi melalui dua tahap, yaitu:
1.     Tahap pertama, perkembangan cacing Filaria dalam tubuh nyamuk sebagai vector yang masa pertumbuhannya kurang lebih 2 minggu.
2.     Tahap kedua, perkembangan cacing Filaria dalam tubuh manusia (hospes) kurang lebih 7 bulan.
Siklus hidup cacing filaria dapat terjadi dalam tubuh nyamuk apabila nyamuk tersebut menggigit dan menghisap darah orang yang terserang filariasis, sehingga mikrofilaria yang terdapat ditubuh penderita ikut terhisap kedalam tubuh nyamuk. Mikrofilaria tersebut masuk kedalam paskan pembungkus pada tubuh nyamuk, kemudian menembus dinding lambung dan bersarang diantara otot-otot dada (toraks). Bentuk mikrofilaria menyerupai sosis yang disebut larva stadium I. Dalam waktu kurang lebih satu minggu larva ini berganti kulit, tumbuh menjadi lebih gemuk dan panjang yang disebut larva stadium II. Pada hari ke sepuluh dan seterusnya larva berganti kulit untuk kedua kalinya, sehingga tumbuh menjadi lebih panjang dan kurus, ini adalah larva stadium III. Gerak larva stadium III ini sangat aktif, sehingga larva mulai bermigrasi mula-mula ke rongga perut (abdomen) kemudian pindah ke kepala dan alat tusuk nyamuk. 
Apabila nyamuk yang mengandung mikrofilaria ini menggigit manusia. Maka mikrofilaria yang sudah berbentuk larva infektif (larva stadium III) secara aktif ikut masuk kedalam tubuh manusia (hospes). Bersama-sama dengan aliran darah dalam tubuh manusia, larva keluar dari pembuluh kapiler dan masuk ke pembuluh limfe. Didalam pembuluh limfe larva mengalami dua kali pergantian kulit dan tumbuh menjadi cacing dewasa yang sering disebut larva stadium IV dan larva stadium V. Cacing filaria yang sudah dewasa bertempat di pembuluh limfe, sehingga akan menyumbat pembuluh limfe dan akan terjadi pembengkakan. Siklus hidup pada tubuh nyamuk terjadi apabila nyamuk tersebut menggigit dan menghisap darah orang yang terkena filariasais, sehingga mikrofilaria yang terdapat di tubuh penderita ikut terhisap ke dalam tubuh nyamuk. Cacing yang diisap nyamuk tidak begitu saja dipindahkan, tetapi sebelumnya tumbuh di dalam tubuh nyamuk. Makhluk mini itu berkembang dalam otot nyamuk. Sekitar 3 minggu, pada stadium 3, larva mulai bergerak aktif dan berpindah ke alat tusuk nyamuk.Nyamuk pembawa mikrofilaria itu lalu gentayangan menggigit manusia dan ”memindahkan” larva infektif tersebut. Bersama aliran darah, larva keluar dari pembuluh kapiler dan masuk ke pembuluh limfe.
 Uniknya, cacing terdeteksi dalam darah tepi pada malam hari, sedangkan pada siang hari dia berada didalam kapiler alat-alat dalam seperti pada paru-paru, jantung dan hati, selebihnya bersembunyi di organ dalam tubuh.Pemeriksaan darah ada-tidaknya cacing biasa dilakukan malam hari. Setelah dewasa (Makrofilaria) cacing menyumbat pembuluh limfe dan menghalangi cairan limfe sehingga terjadi pembengkakan. Selain di kaki, pembengkakan bisa terjadi di tangan, payudara, atau buah zakar. Ketika menyumbat pembuluh limfe di selangkangan, misalnya, cairan limfe dari bawah tubuh tidak bisa mengalir sehingga kaki membesar. Dapat terjadi penyumbatan di ketiak, mengakibatkan pembesaran tangan.
Pada saat dewasa (Makrofilaria) inilah, cacing ini menghasilkan telur kemudian akan menetas menjadi anak cacing berukuran kecil yang disebut mikrofilaria. Selanjutnya, mikrofilaria beredar di dalam darah. Larva ini dapat berpindah ke peredaran darah kecil di bawah kulit. Jika pada waktu itu ada nyamuk yang menggigit, maka larva tersebut dapat menembus dinding usus nyamuk lalu masuk ke dalam otot dada nyamuk, kemudian setelah mengalami pertumbuhan, larva ini akan masuk ke alat penusuk. Jika nyamuk itu menggigit orang, maka orang itu akan tertular penyakit ini.
C.  Morfologi Penyakit Filariasis
Morfologi adalah ilmu yang mempelajari bentuk dan letak bagian luar tubuh suatu organisme hidup. Berikut ini adalah morfologi penyakit filariasis.
  • Larva stadium 1 panjangnya kurang lebih 147 mikron, bentuknya seperti sosis, ekornya panjang dan lancip.
  • Larva stadium 2 panjangnya kurang lebih 450 mikron, bentuknya lebih gemuk dan lebih panjang daripada bentuk stadium 1, ekornya pendek seperti kerucut.
  • Larva stadium 3 panjangnya kurang lebih 1200 mikron, bentuknya langsing, pada ekornya terdapat 3 buah papil.
  • Mikrofilaria panjangnya kurang lebih 250 mikron, besarung pucat (pewarnaan hematoxilin), lekuk badan halus, panjang ruang kepala sama dengan lebarnya, inti halus dan teratur, tidak ada inti tambahan.
  • Cacing dewasa (mikrofilaria) halus seperti benang, warna putih kekuningan.
  • Cacing jantan panjangnya kurang lebih 40 mm ekornya melingkar, mempunyai 2 spikula.
  • Cacing betina panjangnya 65 -  100 mm, ekor lurus berujung tumpul.

D.   Prinsip patologis penyakit filariasis
 
Filariasis adalah penyakit menular ( Penyakit Kaki Gajah ) yang disebabkan oleh cacing Filaria yang ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. bermula dari inflamasi saluran limfe akibat dilalui cacing filaria dewasa (makrofilaria). Cacing dewasa yang tak tahu diri ini melalui saluran limfe aferen atau sinus-sinus limfe sehingga menyebabkan dilatasi limfe pada tempat-tempat yang dilaluinya. Dilatasi ini mengakibatkan banyaknya cairan plasma yang terisi dari pembuluh darah yang menyebabkan penebalan pembuluh darah di sekitarnya.
Akibat kerusakan pembuluh, akan terjadi infiltrasi sel-sel plasma, esosinofil, serta makrofag di dalam dan sekitar pembuluh darah yang terinfeksi. Nah, infiltrasi inilah yang menyebabkan terjadi proliferasi jaringan ikat dan menyebabkan pembuluh limfe di sekelilingnya menjadi berkelok-kelok serta menyebabkan rusaknya katup-katup di sepanjang pembuluh limfe tersebut. Akibatnya, limfedema dan perubahan statis-kronis dengan edema pada kulit di atas pembuluh tersebut menjadi tak terhindarkan lagi.
Jadi, jelaslah bahwa biang keladi edema pada filariasis ialah cacing dewasa (Makrofilaria) yang merusak pembuluh limfe serta mekanisme inflamasi dari tubuh penderita yang mengakibatkan proliferasi jaringan ikat di sekitar pembuluh. Respon inflamasi ini juga diduga sebagai penyebab granuloma dan proliferatif yang mengakibatkan obstruksi limfe secara total. Ketika cacing masih hidup, pembuluh limfe akan tetap paten, namun ketika cacing sudah mati akan terjadi reaksi yang memicu timbulnya granuloma dan fibrosis sekitar limfe. Kemudian akan terjadi obstruksi limfe total karena karakteristik pembuluh limfe bukanlah membentuk kolateral (seperti pembuluh darah), namun akan terjadi malfungsi drainase limfe di daerah tersebut.
E.   Gejala Klinik
Apabila seseorang terserang filariasis, maka gejala yang tampak antara lain:
1.     Demam berulang-ulang selama 3 - 5 hari, demam dapat hilang bila si penderita istirahat dan muncul lagi setelah si penderita bekerja berat.
2.     Pembengkakan kelenjar limfe (tanpa ada luka) di daerah lipatan paha, ketiak (lymphadenitis) yang tampak kemerahan. Diikuti dengan radang saluran kelenjar limfe yang terasa panas dan sakit yang menjalar dari pangkal kaki atau pangkal lengan ke arah ujung (Retrograde lymphangitis) yang dapat pecah dan mengeluarkan nanah serta darah.
3.     Pembesaran tungkai, lengan, buah dada, buah zakar yang terlihat agak kemerahandan merasa panas (Early lymphodema). Sedangkan gejala klinis filariasis kronis yaitu
F.     Diagnosa penyakit Filariasis (Kaki gajah)
Bentuk menyimpang dari filariasis (eosinoffilia tropikal) ditandai oleh hipereosinivilia, adanya microfilaria di jaringan tetapi tidak terdapat di dalam darah, dan titer antibody antifilaria yang tinggi. Microfilaria mungkin ditemukan di cairan limphatik. Tes serologi telah tersedia tetapi tidak dapat diandalkan sepenuhnya. Diagnosa berdasarkan gejala klinis dan dipastikan dengan pemeriksaan laboratorium:
1.          Deteksi parasit yaitu menemukan microfilaria di dalam darah, cairan hirokel atau cairan chyluria pada pemeriksaan sediaan darah tebal, teknik konsentrasi Knott dan membran filtrasi.
2.          Pengambilan darah dilakukan pada malam hari mengingat periodisitas mikrofilarianya umumnya nokturna. Pada pemeriksaan histopatologi, kadang-kadang potongan cacing dewasa dapat dijumpai pada saluran dan kelenjar limpah dari jaringan yang di curigai sebagai tumor.
3.          Diferensiasi spesies dan stadium filarial, yaitu dengan menggunakan pelacak DNA yang spesies spesifik dan antibody monoclonal untuk mengidentifikasi larva filarial dalam cairan tubuh dan dalam tubuh nyamuk vektor sehingga dapat membedakan antara larva filarial yang menginfeksi manusia dengan yang menginfeksi hewan. Penggunaannya masih terbatas pada penelitian dan survey.
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan untuk menunjang diagnosis antara lain sebagai berikut:
  1. Diagnosis Immunologi dengan ELISA dan Immunochromatographic Test ( ICT ). Kedua teknik ini pada dasarnya menggunakan antibodi monoklonal yang spesifik untuk mendeteksi anti gen filarial dalam sirkulasi. Hasil tes yang positif menunjukan adanya infeksi aktif walaupun mikrofilaria tidak ditemukan dalam darah dan juga digunakan untuk monitor keefektifan terapi. Pada stadium opstruktif mikrofilaria sering tidak dijumpai dalam darah, tetapi ada didalam cairan hidrokel atau cairan chyluria.
  2. Pemeriksaan urin dan mikroskopis: jika diduga filariasis limfatik, pemeriksaan urin secara makroskopis untuk chyluria kemudian dipusatkan untuk mikrofilaria.
  3. CBC (Complete Blood Count): eosinofilia terjadi pada semua bentuk infeksi filariasis yang jelas.
  4. Penilaian serum imunoglobulin: peningkatan serum Ige dan IgG4 dapat terlihat pada filariasis aktif.



G.     Upaya Pencegahan, Pengobatan, dan Rehabilitasi Filariasis
1.  Upaya Pencegahan Filariasis
Pencegahan filariasis dapat dilakukan dengan menghindari gigitan nyamuk (mengurangi kontak dengan vektor) misalnya menggunakan kelambu sewaktu tidur, menutup ventilasi dengan kasa nyamuk, menggunakan obat nyamuk, mengoleskan kulit dengan obat anti nyamuk, menggunakan pakaian panjang yang menutupi kulit, tidak memakai pakaian berwarna gelap karena dapat menarik nyamuk, dan memberikan obat anti-filariasis (DEC dan Albendazol) secara berkala pada kelompok beresiko tinggi terutama di daerah endemis. Dari semua cara diatas, pencegahan yang paling efektif tentu saja dengan memberantas nyamuk itu sendiri dengan cara 3M.
2.  Upaya Pengobatan Filariasis
Pengobatan filariasis harus dilakukan secara masal dan pada daerah endemis dengan menggunakan obat Diethyl Carbamazine Citrate (DEC). DEC dapat membunuh mikrofilaria dan cacing dewasa pada pengobatan jangka panjang. Hingga saat ini, DEC adalah satu-satunya obat yang efektif, aman, dan relatif murah. Untuk filariasis akibatWuchereria bankrofti, dosis yang dianjurkan 6 mg/kg berat badan/hari selama 12 hari. Sedangkan untuk filariasis akibatBrugia malayi dan Brugia timori, dosis yang dianjurkan 5 mg/kg berat badan/hari selama 10 hari. Efek samping dari DEC ini adalah demam, menggigil, sakit kepala, mual hingga muntah. Pada pengobatan filariasis yang disebabkan oleh Brugiamalayi dan Brugia timori, efek samping yang ditimbulkan lebih berat. Sehingga, untuk pengobatannya dianjurkan dalam dosis rendah, tetapi pengobatan dilakukan dalam waktu yang lebih lama. Pengobatan kombinasi dapat juga dilakukan dengan dosis tunggal DEC dan Albendazol 400mg, diberikan setiap tahun selama 5 tahun. Pengobatan kombinasi meningkatkan efek filarisida DEC.
Obat lain yang juga dipakai adalah ivermektin. Ivermektin adalah antibiotik semisintetik dari golongan makrolid yang mempunyai aktivitas luas terhadap nematoda dan ektoparasit. Obat ini hanya membunuh mikrofilaria. Efek samping yang ditimbulkan lebih ringan dibanding DEC. Terapi suportif berupa pemijatan juga dapat dilakukan di samping pemberian DEC dan antibiotika, khususnya pada kasus yang kronis. Pada kasus-kasus tertentu dapat juga dilakukan pembedahan.
3.  Upaya Rehabilitasi Filariasis
Penderita filariasis yang telah menjalani pengobatan dapat sembuh total. Namun, kondisi mereka tidak bisa pulih seperti sebelumnya. Artinya, beberapa bagian tubuh yang membesar tidak bisa kembali normal seperti sedia kala. Rehabilitasi tubuh yang membesar tersebut dapat dilakukan dengan jalan operasi. 


BAB III
PENUTUP


A.    Kesimpulan
Berikut adalah kesimpulan dalam makalah ini:
1.  Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh cacing filaria yang hidup dalam sistem limfe dan ditularkan oleh nyamuk. Bersifat menahun dan menimbulkan cacat menetap. Gejala klinis berupa demam berulang 3-5 hari, pembengkakan kelenjar limfe, pembesaran tungkai, buah dada, dan skrotum. Dapat didiagnosis dengan cara deteksi parasit dan pemeriksaan USG pada skrotum.
2.   Filariasis adalah penyakit zoonosis menular yang banyak ditemukan di wilayah tropika seluruh dunia. Penyebabnya adalah edema, infeksi oleh sekelompok cacing nematoda parasit yang tergabung dalam superfamilia Filarioidea.

3 Mekanisme penularan yaitu ketika nyamuk yang mengandung larva infektif menggigit manusia, maka terjadi infeksi mikrofilaria. Tahap selanjutnya di dalam tubuh manusia, larva memasuki sistem limfe dan tumbuh menjadi cacing dewasa. Kumpulan cacing filaria dewasa ini menjadi penyebab penyumbatan pembuluh limfe. Akibatnya terjadi pembengkakan kelenjar limfe, tungkai, dan alat kelamin.
4Pencegahan filariasis dapat dilakukan dengan menghindari gigitan nyamuk dan melakukan 3M. Pengobatan menggunakan DEC dikombinasikan dengan Albendazol dan Ivermektin selain dilakukan pemijatan dan pembedahan. Upaya rehabilitasi dapat dilakukan dengan operasi.
B.     Saran
Diharapkan pemerintah dan masyarakat lebih serius menangani kasus filariasis karena penyakit ini dapat membuat penderitanya mengalami cacat fisik sehingga akan menjadi beban keluarga, masyarakat dan Negara. Dengan penanganan kasus filariasis ini pula, diharapkan Indonesia mampu mewujudkan program Indonesia Sehat Tahun 2012





















                                                                                                                

























                                                          

Tidak ada komentar:

Posting Komentar